Larangan Dan Sanksi Hukum Bagi Kades dan Perangkat Desa Yang Terlibat Politik Praktis
Oleh: (Pilipus F. Sarumaha, M.S; Harapan Bawaulu, M.M; Alismawatu Hulu, S,Pd)
Semangat setiap komponen masyarakat dalam setiap even pesta demokrasi sangatlah beragam sesuai perannya masing-masing yang diatur dalam peraturan Perundang undangan.
Setiap masyarakat memiliki kebebasan untuk ikut serta berpartisipasi dan memeriahkan pesta demokrasi baik dalam Pemilihan Umum (Pemilu) maupun pemilihan kepala daerah (Pilkada).
Ada masyarakat yang berperan sebagai simpatisan yang mendukung dengan mengikuti setiap sosialisasi, kampanye dan memberikan hak pilihnya dengan datang di TPS dan memilih salah satu calon/Paslon. Ada pihak yang berperan sebagai pendukung dan tim kampanye. Dan ada yang berperan sebagai peserta pemilu/pilkada.
Ada yang hanya berperan menggunakan hak politiknya dengan mencoblos surat suara di TPS. Namun ada juga pihak yang dibatasi hak politiknya dengan dilarang memberikan hak pilihnya yaitu TNI/POLRI. Dalam politik praktis, pengurus parpol, calon/Paslon, tim kampanye/Tim Sukses, simpatisan merupakan pihak yang terlibat langsung dalam memenangkan parpol, calon, Paslon sebagai peserta pemilu dan pilkada.
Dari berbagai peran komponen masyarakat dalam pemilu atau pilkada, terlihat ada beberapa kepala desa dan perangkat desa ikut serta dalam berpartisipasi dalam Politik Praktis. Sehingga, muncul pertanyaan dan perdebatan ditengah tengah masyarakat, Apakah Kepala Desa dan Perangkat Desa boleh ikut dalam Politik Praktis?.
Pada tulisan ini, Bawaslu Nias Selatan melakukan pencegahan pelanggaran pada pemilihan kepala daerah tahun 2020 yang berpotensi dilakukan oleh kepala desa dan perangkat desa.
Larangan Desa Kepala Desa Dan Perangkat Desa Dalam Politik Praktis dan Kampanye
Berdasarkan UU Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa: Pasal 29 huruf (g) disebutkan bahwa kepala desa dilarang menjadi pengurus partai politik dan pada huruf (j) dilarang untuk ikut serta dan/atau terlibat dalam kampanye pemilihan umum dan/atau pemilihan kepala daerah.
Dalam undang-undang tersebut, kepala desa memilki peran sebagai pihak yang netral, Kepala desa dilarang untuk ikut serta dalam politik praktis, tidak bisa menjadi pengurus partai politik atau anggota partai politik dan tidak dapat juga menjadi tim kampanye atau tim sukses peserta pemilu atau pilkada.
Perangkat desa yang terdiri dari sekretariat desa, pelaksana kewilayahan, dan pelaksana teknis juga dilarang untuk terlibat dalam politik praktis. Hal tersebut diatur UU Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa pasal 51 huruf (g) disebutkan bahwa kepala desa dilarang menjadi pengurus partai politik dan pada huruf (j) dilarang untuk ikut serta dan/atau terlibat dalam kampanye pemilihan umum dan/atau pemilihan kepala daerah.
Dalam UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu:
Pasal 280 ayat 2 huruf (h), (i), dan (j) yaitu pelaksana dan/atau tim kampanye dalam kegiatan kampanye pemilu dilarang mengikutsertakan kepala desa, perangkat desa, dan anggota badan permusyawaratan desa (BPD). Pada pasal 280 ayat 3 disebutkan bahwa setiap orang sebagaimana disebut pada pasal 2 dilarang ikut serta sebagai pelaksana dan tim kampanye pemilu.
Pasal 282 ; Pejabat negara, pejabat struktural, dan pejabat fungsional dalarn negeri, serta kepala desa dilarang membuat keputusan dan/atau melakukan tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu Peserta Pemilu selama masa Kampanye.
Dalam UU No. 10 Tahun 2016 tentang perubahan kedua atas undang undang nomor 1 tahun 2015 tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti Undang-Undang nomor 1 tahun 2014 tentang pemilihan gubernur, bupati, dan walikota menjadi undang-undang;
Pada pasal 70 ayat (1) huruf (c) disebutkan bahwa Dalam kampanye, pasangan calon dilarang melibatkan kepala desa atau sebutan lain/Lurah dan perangkat Desa atau sebutan lain/perangkat Kelurahan.
Pasal 71 ayat (1) disebutkan bahwa Pejabat negara, pejabat daerah, pejabat aparatur sipil negara, anggota TNI/POLRI, dan Kepala Desa atau sebutan lain/Lurah dilarang membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon.
Sanksi terhadap Kepala Desa dan Perangkat Desa yang melanggar larangan dalam Politik Praktis
UU No. 6 Tahun 2014: Pasal 30 ayat (1) Kepala Desa yang melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 dikenai sanksi administrative berupa teguran lisan dan/atau teguran tertulis. (2) Dalam hal sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilaksanakan, dilakukan tindakan pemberhentian sementara dan dapat dilanjutkan dengan pemberhentian.
Pasal 52 ayat (1) Perangkat Desa yang melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 dikenai sanksi administratif berupa teguran lisan dan/atau teguran tertulis. (2) Dalam hal sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilaksanakan, dilakukan tindakan pemberhentian sementara dan dapat dilanjutkan dengan pemberhentian.
UU No. 7 Tahun 2017
Pasal 490 Setiap kepala desa atau sebutan lain yang dengan sengaja membuat keputusan dan/atau melakukan tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu Peserta Pemilu dalam masa Kampanye, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).
Pasal 494 Setiap aparatur sipil negara, anggota Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia, kepala desa, perangkat desa, dan/ atau anggota badan permusyawaratan desa yang melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 280 ayat (3) dipidana dengan pidana kurungan paling lama I (satu) tahun dan denda paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).
Dalam UU No. 10 Tahun 2016 jo. UU No. 1 Tahun 2015
Pasal 71 ayat (5) Dalam hal Gubernur atau Wakil Gubernur, Bupati atau Wakil Bupati, dan Walikota atau Wakil Walikota selaku petahana melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3), petahana tersebut dikenai sanksi pembatalan sebagai calon oleh KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota.
Pasal 188 Setiap pejabat negara, pejabat Aparatur Sipil Negara, dan Kepala Desa atau sebutan lain/Lurah yang dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) bulan atau paling lama 6 (enam) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp600.000,00 (enam ratus ribu rupiah) atau paling banyak Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah).
Pasal 189, Calon Gubernur, Calon Bupati, dan Calon Walikota yang dengan sengaja melibatkan pejabat badan usaha milik negara, pejabat badan usaha milik daerah, Aparatur Sipil Negara, anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, anggota Tentara Nasional Indonesia, dan Kepala Desa atau sebutan lain/Lurah serta perangkat Desa atau sebutan lain/perangkat Kelurahan sebagaimana dimaksud Pasal 70 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) bulan atau paling lama 6 (enam) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp600.000,00 (enam ratus ribu rupiah) atau paling banyakRp6.000.000,00 (enam juta rupiah).
Dalam pemilihan kepala daerah, kepala desa dan perangkat desa dapat dikenai sanksi pidanan bila terbukti melakukan pelanggaran dengan melakukan keputusan seperti kegiatan-kegiatan serta program di desa dan juga melakukan perbuatan atau tindakan yang mengarah keberpihakan kepada salah satu pasangan calon atau calon kepala daerah yang terindikasi merugikan calon lain misalnya ikut serta dalam kegiatan kampanye. Demikian juga, Calon kepala daerah yang melibatkan kepala desa dan perangkat desa dapat dikenai sanksi pidana sebagai calon kepala daerah.
Setiap pihak harus sadar peran dan batasan masing-masing serta patuh terhadap peraturan perundang-undanagan dalam pelaksanaan proses pemilihan kepala daerah tahun 2020, sehingga pesta demokrasi di Nias Selatan dapat terlaksana dengan demokratis, lancar dan berkualitas.
Penulis adalah Komisioner Bawaslu Kabupaten Nias Selatan.